Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Tinggalkan Pesan, Kritik, Saran & Salam Anda :

Tuesday, January 20, 2009

http://beternakiguana.blogspot.comhttp://www.zootaiping.gov.my/bm/r-iguana.html
http://www.reptilx.com/2008/08/15/perawatan-iguana-hijau/
http://www.satwaunik.com/animal-care/green-iguana-hijau/
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=en&u=http://www.greenigsociety.org/&sa=X&oi=translate&resnum=1&ct=result&prev=/search%3Fq%3Dwww.greenigsociety.org%26hl%3Did%26sa%3DG

[+/-] Selengkapnya...

Friday, December 26, 2008

Vitamin C :"Solusi Diare pada Pedet"


Salah satu masalah utama pada pedet yang cukup meresahkan adalah adalah diare yang dapat berakibat kematian jika terjadi dalam beberapa hari. Kematian in disebabkan karena dehidrasi yang terjadi terus menerus. Jika pedet kehilangan cairan tubuhnya lebih dari 15%, maka kematian akan terjadi karena pedet mengalami stress yang luar biasa.Banyak cara sudah disarankan untuk mencegahnya dengan manajemen kandang pedet yang baik, kering, terang, terhindar dari infeksi sekunder, penyemprotan pusar post calving menggunakan antiseptik setiap hari dan sebagainya.

Berikut beberapa sistem manajemen pemeliharaan pedet baru lahir untuk mencegah diare dan penanganan pedet diare yang sudah umum direkomendasikan :
1. Memberi kolostrum secepat mungkin (paling lambat 5 jam setelah lahir) sebanyak
1-2 liter dan ditingkatkan 1 liter setiap harinya
2. Melakukan penyemprotan tali pusar dengan menggunakan antiseptik dan dilakukan 2 kali setiap hari pada hari berikutnya hingga tali pusat kering atau putus
3. Jika tersedia, digunakan juga penjepit tali pusar (umbilical cord clamp) hingga tali pusat lepas dengan sendirinya.
4. Pedet dipelihara secara individual hingga minimal 2 minggu pertama untuk mengamati pola konsumsi, kondisi umum, kondisi kotoran dan sebagainya
5. Setelah 1 minggu, pedet mulai dilatih makan rumput yang dikeringkan (hay, sebagai free choice) untuk merangsang pertumbuhan rumen dan keberadaan makroflora pada rumen
6. Air minum tersedia secara adlibitum
7. Pemberian oralit dan obat antidiare (penulis menemukan obat antispasmodik yang biasa digunakan untuk manusia juga cukup efektif untuk pedet, dosisnya sama dengan dosis untuk manusia dewasa)
8. Penggunaan antibiotik spektrum luas (seperti penicillin atau amoxicillin + asam klavulanat atau bisa juga digunakan trimetoprim dan preparat sulfa dosis rendah)

Meskipun manajemen ini sudah dilakukan, peluang terjadinya diare pada pedet tetap ada sehingga diperlukan metode lainnya untuk lebih meminimalkan kejadian diare ini. Menurut Hemingway (1991), keberadaan asam askorbat dalam darah pedet pada level tertentu dapat membantu pencegahan kejadian diare pada pedet. Permasalahannya adalah, untuk mendapatkan preparat asam askorbat murni tidaklah mudah. Untungnya kita tidak perlu khawatir lagi karena asam askorbat juga bisa didapat dalam Vitamin C yang dengan mudah bisa kita dapatkan.

Pada tahun 2004, Shinduran dan Albay mempublikasikan hasil penelitannya yang menyatakan bahwa pemberian Vitamin C pada pedet dapat membantu meningkatkan level asam askorbat pada darah dan secara otomatis dapat membantu mencegah diare pada pedet.

Secara alami, asam askorbat memang sudah ada pada darah pedet, namun hemingway menemukan bahwa asam askorbat baru muncul pada hari kedua sehingga masih ada permasalahan tentang suplai asam askorbat pada hari lahirnya pedet.

Dalam publikasinya, Shinduran dan Albay menyatakan bahwa mereka melakukan penelitian pada sejumlah pedet di Turki untuk mengetahui efek pemberian vitamin C dengan berbagai level secara bertahap pada pedet. Mereka mengukur level asam askorbat pada masing-masing pedet dan mereka berkesimpulan bahwa memberikan vitamin C sebanyak 2,5 gram peroral pada saat lahir pada pedet dapat menambah level asam askorbat hingga 7 hari dan dapat mencegah diare pada pedet. Kabar baik ini setidaknya dapat dijadikan referensi untuk mencegah kejadian diare pada pedet.

refesensi : Koran PDHI

[+/-] Selengkapnya...

Solusi Praktis Hindari Kepunahan ((Panthera tigris sumatrae)


sebelum tahun 2000, di pastikan 3 sub species harimau di dunia telah punah. Harimau caspian (Panthers tigris Virgita) telah punah sekitar tahun 1950. Harimau Jawa (P.t. Sardaica) telah lenyap sekitar tahun 1972. Lalu, Harimau bali pada tahun 1937.
Kepunahan ini disebabkan oleh perburuan liar dankurangnya kesadaran masyarakat sekitar hutan konservasi untuk menjaga kebedaraan hewan ini.
"Populasi harimau sumatra di kawasan hutan wilayah Propinsi NAD hanya tinggal beberapa ekor saja di perkirakan 200-300 ekor saja"ujar Mike griffiths dari Badan Pengelolaan Ekosistem Leuser (BPKEL) (23/12) di Aceh.
Dia mengatakan konflik manusia dengan harimau sumatra di aceh merupakan
indikasi terancamnya hewan ini. Mereka menangkapi harimau agar tidak mengganggu warga, baik dengan cara di jerat atau di racuni.
Menurut saya, ada dua langkah penting yang harus kita lakukan dan kita sadari untuk mempertahankan eksistensi Harimau Sumatra :

1. Kampanye dan sosialisasi pentingnya keberadaan harimau sumatra.
Harimau adalah species ke-1 (species puncak) dalam ekosistem hutan di bumi ini. Apabila Harimau punah, keseimbangan ekosistem akan terganggu dan tentunya ini akan berakibat fatal bagi manusia dan bumi ini. Jadi kampanye dan sosialisasi merupakan langkah awal yang baik untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menjaga keberadaan harimau sumatra.

2. Peningkatan Populasi Harimau sumatra.
untuk menjaga agar harimau tidak punah, maka harus di pikirkan langkah untuk menangkarkan hewan ini secara modern dan setelah dewasa harimau ini harus di kembalikan ke habitat aslinya agar ekosistem alam tetap terjaga. sebagai yang telah di lakukan oleh Balai Konservasi dan sumberdaya alam (BKSDA) di NAD. harimau sumatra yang berhasil diperangkap di rawat di BKSDA dan direlokasikan ke kawasan hutan yang jauh dari permukiman warga.

Jadi masih belum yakin harimau sumatra itu benar-benar terancam punah?.

Referensi :
1. wikipedia indonesia

[+/-] Selengkapnya...

Wednesday, December 24, 2008

Jurusan Asisten Dokter Hewan



Asisten dokter hewan atau yang biasa lebih dikenal dengan mantri hewan adalah paramedis yang membantu pekerjaan dokter hewan dalam menangani pasien seperi menyuntik, mengukur berat badan pasien, ataupun menjahit luka. Namun paramedis hewan ini tidak mempunyai kewenangan dalam mendiagnosa penyakit hewan ataupun kewenangan dokter hewan lainnya, paramedis hanya membantu aplikasi dalam mengani pasien.

Di Kalimantan Selatan di kabupaten Tanah Laut tepatnya ada Sekolah Pertanian Pembangunan yang mempunyai jurusan kesehatan hewan yang khusus mendidik asisten – asisten dokter hewan tersebut. Melalui perbincangan singkat bersama Drh. Sujoni yaitu salah seorang staf pengajar di peroleh beberapa informasi tentang sekolah ini.
Di seluruh Indonesia masih ada tiga Sekolah Pertanian Pembangunan negeri yang menyediakan jurusan kesehatan hewan ini yaitu Sekolah Pertanian Pembangunan (SPP) Kalimantan Selatan, SPP Kupang, dan SPP Sulawesi Selatan .
SPP Kalimantan Selatan sendiri telah berdiri sejak tahun 1982, namun jurusan kesehatan hewan itu sendiri baru mulai dibuka pada tahun 2004, bahkan pada saat itu merupakan yang pertama di Indonesia dan menjadi sorotan perhatian dan percontohan dari SPP seluruh Indonesia. Dibukanya jurusan kesehatan hewan ini dilatar belakangi oleh semakin diperlukannya tenaga kesehatan hewan di Kalimantan Selatan apalagi setelah menteri pertanian mencanangkan bahwa setiap desa diperlukan 1 orang paramedis sehingga dibutuhkan sekolah yang dapat melahirkan paramedis – paramedic yang siap pakai.
Untuk menunjang jurusan kesehatan hewan (Keswan) sekolah ini juga mempunyai beberapa fasilitas – fasilitas diantaranya Laboratorium Keswan tipe B, Laboratorium IPA, Klinik Hewan beserta peralatan dan obat - obatannya, Ternak sapi perah, Ternak sapi potong, Ternak puyuh, Ternak unggas potong dan petelur, Kuda, beserta Laboratorium computer, bahasa, dan multimedia. Tenaga pengajar yang dimiliki SPP Kalimantan Selatan untuk menunjang jurusan ini ada 4 orang dokter hewan dan D3 Keswan serta dibantu oleh staf – staf pengajar lain yang juga berkompeten di bidangnya.
sumber dari : Widhi Yanungrah FKH UNUD

[+/-] Selengkapnya...

Leptospirosis (Bag.2)

Leptospirosis itu apa?
Leptospirosis adalah penyakit manusia dan hewan dari kuman dan disebabkan kuman Leptospira yang ditemukan dalam air seni dan sel-sel hewan yang terkena.

Gejalanya apa saja?
Gejala dini Leptospirosis umumnya adalah demam, sakit kepala parah, nyeri otot, merah, muntah dan mata merah. Aneka gejala ini bisa meniru gejala penyakit lain seperti selesma, jadi menyulitkan diagnosa. Malah ada penderita yang tidak mendapat semua gejala itu.

Ada penderita Leptospirosis yang lebih lanjut mendapat penyakit parah, termasuk penyakit Weil yakni kegagalan ginjal, sakit kuning (menguningnya kulit yang menandakan penyakit hati) dan perdarahan masuk ke kulit dan selaput lendir. Pembengkakan selaput otak atau Meningitis dan perdarahan di paru-paru pun dapat terjadi. Kebanyakan penderita yang sakit parah memerlukan rawat inap dan Leptospirosis yang parah malah ada kalanya merenggut nyawa.

Dampak jangka panjangnya apa?
Penyembuhan penyakit Leptospirosis ini bisa lambat. Ada yang mendapat sakit mirip kelelahan menahun selama berbulan-bulan. Ada pula yang lagi-lagi sakit kepala atau tertekan. Ada kalanya kuman ini bisa terus berada di dalam mata dan menyebabkan bengkak mata menahun.

Cara tersebarnya?
Kuman Leptospira biasanya memasuki tubuh lewat luka atau lecet kulit, dan kadang-kadang lewat selaput di dalam mulut, hidung dan mata. Berbagai jenis binatang bisa mengidap kuman Leptospira di dalam ginjalnya. Penyampaiannya bisa terjadi setelah tersentuh air kencing hewan itu atau tubuhnya. Tanah, lumpur atau air yang dicemari air kencing hewan pun dapat menjadi sumber infeksi.
Makan makanan atau minum air yang tercemar juga kadang-kadang menjadi penyebab penyampaiannya.

Binatang apa saja yang umumnya terkena?
Berbagai binatang menyusui bisa mengidap kuman Leptospira. Yang paling biasa adalah jenis tikus, anjing, binatang kandang dan asli, babi kandang maupun hutan, kuda, kucing dan domba. Binatang yang terkena mungkin sama sekali tak mendapat gejalanya atau sehat walafiat.

Siapa yang menghadapi bahaya?
Yang menghadapi bahaya adalah yang sering menyentuh binatang atau air, lumpur, tanah dan tanaman yang telah dicemari air kencing binatang. Beberapa pekerjaan memang lebih berbahaya misalnya pekerjaan petani, dokter hewan, karyawan pejagalan serta petani tebu dan pisang. Aneka kegemaran yang menyangkut sentuhan dengan air atau tanah yang tercemar pun bisa menularkan Leptospirosis misalnya berkemah, berkebun, berkelana di hutan, berakit di air berjeram dan olahraga air lainnya.

Caranya diagnosa?
Seorang dokter mungkin mencurigai Leptospirosis pada seorang yang bergejala, biasanya 1-2 minggu setelah terkena. Peneguhan penyakit ini biasanya dengan contoh darah yang akan menyatakan apakah terkena kuman ini. Untuk diagnosa
pada umumnya diperlukan 2 kali contoh darah selang 2 minggu. Ada kalanya kuman bisa dibiakkan dari darah, cairan tulang punggung ke otak dan air seni.

Pengobatannya ada?
Pada umumnya Leptospirosis diobati dengan antibiotika seperti doxycycline atau penicillin. Berhubung ujicobanya makan waktu dan penyakitnya mungkin parah, dokter mungkin mulai memberi antibiotika itu sebelum meneguhkannya dengan
ujicoba. Pengobatan dengan antibiotika dianggap paling efektif jika dimulai dini.

Cara mencegah Leptospirosis bagaimana?
Yang pekerjaannya menyangkut binatang:
• Tutupilah luka dan lecet dengan balut kedap air.
• Pakailah pakaian pelindung misalnya sarung tangan, pelindung atau perisai mata, jubah kain dan sepatu bila menangani binatang yang mungkin terkena, terutama jika ada kemungkinan menyentuh air seninya.
• Pakailah sarung tangan jika menangani ari-ari hewan, janinnya yang mati di dalam maupun digugurkan atau dagingnya.
• Mandilah sesudah bekerja dan cucilah serta keringkan tangan sesudah menangani apa pun yang mungkin terkena.
• Jangan makan atau merokok sambil menangani binatang yang mungkin terkena. Cuci dan keringkan tangan sebelum makan atau merokok.
• Ikutilah anjuran dokter hewan kalau memberi vaksin kepada hewan.

Untuk yang lain:
• Hindarkanlah berenang di dalam air yang mungkin dicemari dengan air seni binatang.
• Tutupilah luka dan lecet dengan balut kedap air terutama sebelum bersentuhan dengan tanah, lumpur atau air yang mungkin dicemari air kencing binatang.
• Pakailah sepatu bila keluar terutama jika tanahnya basah atau berlumpur.
• Pakailah sarung tangan bila berkebun.

• Halaulah binatang pengerikit dengan cara membersihkan dan menjauhkan sampah dan makanan dari perumahan.
• Jangan memberi anjing jeroan mentah.
• Cucilah tangan dengan sabun karena kuman Leptospira cepat mati oleh sabun, pembasmi kuman dan jika tangannya kering.

Jika sampai jatuh sakit, bagaimana?
Jika jatuh sakit dalam minggu-minggu setelah mungkin terkena air seni binatang atau berada di lingkungan tercemar, laporkanlah hal itu kepada dokter.

Apa orang bisa ketularan lebih dari sekali?
Karena terdapat banyak jenis kuman Leptospira yang berlainan, mungkin saja seorang terkena jenis yang lain dan mendapat Leptospirosis lagi.

Apa pengidap Leptospirosis bisa menulari orang lain?
Leptospirosis dapat ditularkan kepada orang lain misalnya penularan lewat kelamin atau air susu ibu, meskipun jarang. Kuman Leptospira dapat ditularkan lewat air seni selama berbulan-bulan setelah terkena.

sumber:
*Wikipedia-Indonesia
*Vet-indo.com
*Drh.Eka DS

[+/-] Selengkapnya...

Leptospirosis (Bag.1)



Leptospirosis, merupakan penyakit pada hewan dan manusia akibat infeksi bakteri spirochaeta dari genus leptospira. Dikenal 18 srogrup yang patogen dari leptospira berdasarkan uji aglutinasi mikroskopis (UAM) dan hampir sebagian besar serogroupberada di Indonesia. Leptospirosis dapat berbentuk infeksi sub klinis atau demam ringan yang dapat menyebabkan keguguran pada hewan bunting, sampai hepatitis dan neprhitis yang berat yang menyebabkan kematian karena kerusakan hati dan ginjal.
Penyakit ini erat kaitannya dengan kesehatan dan kebersihan lingkungandan berdampak pula pada peternakan, karena penyakit ini berakibat fatal pada ternak (dan juga manusia) kalau penanganannya terlambat.

Etiologi

leptospira adalah bakteri berbentuk filamen dengan panjang 6-20 mikron, diameter 0,1-0,2 mikron. Leptospira dapat bertahan dalam air tawar selama kurang lebih sebulan dan jenis ini tidak tahan terhadap kondisi lingkungan yang asam.

Penyebaran

Penyebarannya terganung pada keadaan luar yang tertentu yakni penyebaran utama yang terjadi melalui air dan lumpur. Hewan penyebar sepertitikus, kelelawar, serigala, racoon, dan kucing liar bertindak sebagai sumber penularan leptospirosis. Hewan yang peka terhadap leptospirosisadalah lembu, babi, anjing, domba, kambing, kuda dan hewan rodensia lainnya.

Cara penularan

Secara alamiah hewan carier leptospirosis adalah rodensia. Sedangkan anjing dan babi berfungsi sebagai pembawa yang potensial. Infeksi terjadi lewat kulit yang luka atau lewat selaput lendir mata, hidung, dan saluran pernafasan. Percikan akibat pancaran air kemih di atas alas kandang yang keras dapat menyebabkan infeksi melalui pernafasan. Infeksi lewat kulit dengan mudah bila hewan atau manusia mandi dalam air yang tercemar leptospira. Hal ini kemungkinan besar terjadi di daerah-daerah yang terjadi banjir yang airnya bercampur dengan kotoran dan urin tikus yang terkena leptospirosis.

Pencegahan leptospirosis tergantung dari pengetahuan tentang kebiasaan dan ciri-ciri hewan pembawa, cara-cara penularan dan populasi hewan yang rentan. Salah satu cara pengendalian yang ideal adalah menyingkirkan hewan pembawa leptospira terutama rodensia liar. Dan juga perlu diadakan pemusnahan terhadap hewan ternak yang positif terkena leptospirosis. Leptospirosis dapat dicegah secara efektif dengan vaksinasi (untuk hewan sedangkan untuk manusia sampai saat ini belum ditemukan). Tindakan vaksinasi dibarengi dengan tindakan sanitasi dan pengobatannya dengan antibiotik berspektrum luas (penisilin, streptomisin dan oxsytetrasiklin).

Hewan penderita leptospirosis idakdianjurkan untuk dipotong karena leptospirosis merupakan zoonosis yang kemungkinan besar bisa menular kepada pekerja rumah Potong Hewan (RPH) pada saat pemotongan dan kemungkinan tertularnya pada hewan lain. Ada beberapa pekerjaan yang rentan terhadap penyakit ini yaitu para pekerja selokan yang secara langsung berinteraksi dengan sarang atau kotoran tikus dan juga para pekerja tambang, dokter hewan praktek dan mantri hewan yang menangani kasus hewan yang terkena leptospirosis serta bisa juga para peternak.
sumber:
*Wikipedia-Indonesia
*Vet-indo.com
*Drh.Eka DS

[+/-] Selengkapnya...

Sunday, December 21, 2008

Rintihan "Anak Dokter Hewan"

Telah kita sadari bersama bahwa Dokter Hewan bukan hanya sebatas gelar,apalagi jabatan. Dokter Hewan adalah suatu profesi yang mulia dengan
segala dilema dan pandangan skeptis masyarakat kepadanya. Dan telah kita ketahui betul bahwa profesi secara sederhana adalah suatu
pekerjaan yang dikuasai oleh seorang ahli dan cenderung mengandung makna, yakni mendalami satu bidang pekerjaan tertentu secara mahir dan
mendalam.
Romantisme sejarah telah mencatat dan membuktikan bahwa dahulu, profesi dokter hewan dipandang sebagai suatu profesi yang
sangat penting, mengingat saat itu bangsa Indonesia masih berada dalam keadaan terjajah, sehingga pemerintah lebih memperhatikan konsumsi
protein hewani bangsa Belanda yang cukup tinggi.Sehingga setiap penanganan klinis dan tindakan medis yang berkaitan dengan ternak
ditentukan oleh pemerintah dengan suatu aturan dalam bentuk undang-undang dengan model kebijakan yang mengarah kepada penyakit
ternak tanpa mengabaikan lingkup penyakit hewan eksotik. Karena memang pada saat itu , hampir semua dokter hewan bekerja pada peternakan
pemerintah.
Masa mendatang akan terlalui dengan cepat bersama arus keunggulan teknologi dan juga permasalahan-permasalahan aktual seputar dunia veteriner.
Akibat dari berkembangnya IPTEK ini, banyak keterbatasan-keterbatasan yang tidak mampu untuk di fungsikan secara ganda, sehingga seseorang
tidak lagi memiliki pengetahuan secara simultan (bersamaan). Oleh karena itu, menjadi sangat pantaslah ketika berbagai tuntutan dan
kompetensi bidang yang di bentangkan di dunia karir saat ini adalah menjadi sangat wajar dan merupakan suatu keharusan bagi para setiap
individu. Hal inilah yang seharusnya mendapat sorotan lebih dari masyarakat akan pentingnya profesi ini di masa yang akan datang. Banyak
hal yang di tawarkan dari profesi ini, namun itu tidak menjadikan kita terbebas dari suatu semangat untuk terus mengembangkan diri dengan
keterampilan-keterampilan lain sesuai dengan kompetensi bidang.
Kenyataan pahit yang tersibak di benak kita dan akan selalu menghantui pikiran dan jiwa profesi dokter hewan ialah masih rendahnya achievement
(penghargaan) atas eksistensi (keberadaan) profesi ini. Hal ini ditandai dengan fakta bahwa Indonesia adalah termasuk salah satu negara
yang memposisikan profesi veterinernya sebagai sub sistem Pertanian.
Dibandingkan dengan negara tetangga kita Malaysia, yang walaupun dengan luas wilayah yang lebih kecil namun lebih beruntung dikarenakan terikat
pada rambu-rambu negara-negara bekas jajahan Inggris (Common Wealth Countries / Negara-negara Persemakmuran) dimana profesi veteriner
memiliki kedudukan dan kewenangan yang sangat kuat karena mendapatkan restu langsung Ratu Inggris. Konsekuensi logis yang akan di terima
Indonesia dengan adanya hal ini ialah terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan bidang veteriner di Indonesia. Menempatkan profesi
Veteriner di Indonesia sebagai Sub System Pertanian juga telah mengakibatkan permasalahan substantif yang terjadi dimana-mana. Hal ini
sangat dimungkinkan karena suara profesi secara keseluruhan tidak dapat terakomodasi secara proporsional.
Di antara berbagai profesi di dunia, profesi Veteriner adalah salah satu yang paling kompleks. Profesi kita meliputi Kesehatan, Kesejahteraan
Hewan, produktifitas dari serangkaian jenis spesies hewan mulai dari invertebrata sampai dengan sub human primata.
Padahal, kalau kita telusuri lebih jauh, Profesi Veteriner yang merupakan profesi yang sangat tua di dunia yang muncul sebagai pengembangan dari Profesi
Kedokteran di zaman Yunani Kuno pada 460-367 Sebelum Masehi(SM) oleh Bapak Kedokteran di dunia yaitu Hippocrates adalah juga merupakan
Profesi Medis yang pastinya memiliki perilaku, metode, dan dasar-dasar filosofi kedokteran yang dikembangkan oleh seorang ilmuwan bernama
Aristoteles (lahir 384 SM) yang menerapkannya pada penanganan penyakit-penyakit hewan. Sumpah Hippocrates menjadi inti dari
sumpah-sumpah Kedokteran dan Tenaga Medis yang dikenal dengan : “primum non nocere ”atau “ di atas segalanya,jangan merusak” (above all ,do no
harm). Sumpah Hippokrates inilah yang selanjutnya merupakan pedoman dalam nilai-nilai dan norma-norma perilaku para dokter dan tenaga
kesehatan lainnya yang melakukan layanan kesehatan pada manusia dan hewan.
Dokter hewan sebagai suatu profesi memiliki tanggung jawab dan kewenangan-kewenangan lebih mengenai dunia veteriner dan semestinya
dipahami benar. Selain berwenang dalam Medical Authority(Kewenangan Medis) yang berlaku dan diterapkan pada hubungan “transaksi
therapeutik” (transaksi pengobatan) dengan adanya obat – obatan maupun berupa tindakan medik , yang bersifat layanan individual (dokter dengan
pasien ekor per ekor) berdasarkan persetujuan dengan pemilik hewan, juga memiliki Veterinary Authority(Kewenangan Veteriner) yang melekat
dalam fungsi veteriner bidang Keswan dan Kesmavet yang diterapkan dalam rangkaian prosedur ilmiah dan atau inspeksi (pengamatan dan
pengawasan) guna menerbitkan berbagai jenis sertifikat ,surat ijin dan lain-lain.
Namun, disamping kedua kewenangan yang tersebut di atas, profesi ini juga memiliki kedudukan –kedudukan yang lebih, laiknya profesi lain dalam
ranah pengertian dokter hewan sebagai sebuah profesi medis. Hal ini sangat di pengaruhi oleh peraturan pemerintah sebagai regulator utama
dan penentu segala kebijakan yang berlaku di Indonesia. Di samping itu, profesi dokter hewan juga terikat kepada peraturan organisasi profesi
serta Undang-Undang yang menekankan kewajiban sebagai warga negara yang memiliki keahlian khusus (profesi) seperti yang termaktub dalam UU
Kesehatan, UU Perlindungan Kosumen, dan sebagainya.
Pada dasarnya, profesi veteriner dibedakan secara tegas dan jelas antara yang disebut sebagai Praktisi dan yang merupakan Pengambil Keputusan
administratif veteriner (non praktisi). Praktisi veteriner adalah bilamana seseorang yang bergelar dokter hewan melakukan tindakan
menangani hewan hidup dengan melakukan pemeriksaan untuk diagnosa. Disamping itu juga dalam hal pemberian obat – obatan/bahan medis ke
dalam tubuh hewan serta penggunaan peralatan medis dan atau peralatan lainnya yang dapat mengakibatkan rasa sakit pada hewan dan perlu
dilakukan dengan teknologi yang dapat dipertanggung jawabkan secara medis dan kesejahteraan hewan. Hal ini sangat berkaitan dengan adanya
peraturan internasional mengenai Animal Welfare (Kesejahteraan Hewan) yang merupakan salah satu Etika Normatif profesi Veteriner dan
merupakan tanggung jawab dokter hewan sebagai seorang pengemban amanah.
Etika profesi inilah yang dijadikan landasan utama profesionalisme seorang dokter hewan praktisi dalam setiap tindakan medis yang
dilakukannya. Profesi Veteriner dan Fakultas Kedokteran Hewan di berbagai negara, berkembang sesuai dengan tantangannya masing-masing. Pewarisan nilai-nilai dari
zaman leluhur kepada generasi-generasi penerusnya mengalami berbagai pengaruh sehingga menimbulkan banyak variasi bidang yang berkembang di
lingkup pekerjaan. Bila dilakukan klasifikasi terhadap pekerjaannya, maka secara garis besar seorang Dokter hewan dapat bekerja pada
Instansi Pemerintah (Daerah maupun Pusat) sebagai Pegawai Negeri, bekerja pada Perusahaan sebagai Karyawan biasa ataupun Profesional dan
bekerja secara Mandiri sebagai seorang Wiraswasta.
Dalam Instansi Pemerintah, tidak hanya Departemen Pertanian tetapi juga Departemen Kelautan & Periakan, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen
Kesehatan, Departemen Kehutanan, Departemen Tenaga Kerja & Transmigrasi, Departemen Sosial dan Departemen Keuangan, yang kesemuanya itu masih mendapat prioritas lebih bagi dokter hewan yang
baru saja lulus, dengan segala penawaran yang di berikan.
Berbeda lagi dengan peluang bekerja sebagai Karyawan biasa atau Profesional dalam suatu Perusahaan (Swasta), rentang variasi bidang usahanya lebih
luas. Mulai dari Perusahaan yang bidang usahanya benar-benar berkaitan dengan Profesi Kedokteran Hewan hingga Perusahaan yang tidak ada
hubungannya sama sekali dengan dunia Kedokteran Hewan. Akhir-akhir ini, Dokter hewan yang bekerja di Perusahaan (Swasta) dan pekerjaannya
berada ”di luar” jalur profesinya cenderung meningkat. Tentu saja hal ini cukup memprihatinkan karena gelar dan keahlian yang dimiliknya
menjadi mubazir tak berarti lagi.
Namun, di sisi lain, jumlah Dokter hewan yang bekerja secara Mandiri sebagai Wiraswasta juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal itu dibuktikan dengan semakin
banyaknya Dokter hewan yang bekerja sebagai ”praktisi”, antara lain dengan cara membuka praktek Dokter hewan untuk Hewan Eksotik; beternak;
distributor sarana produksi peternakan dan ada juga yang bekerja freelance sebagai konsultan peternakan.
Mengingat semakin tingginya tingkat kompetitif persaingan guna mendapatkan suatu pekerjaan, maka sepatutnyalah para (calon) Dokter hewan perlu dibekali
dengan kompetensi personal yang optimal. Selain itu juga perlu ditumbuhkembangkan jiwa entrepreneurship yang unggul dan handal guna
mempersiapkan diri menghadapi era globalisasi dimasa yang akan datang.
VIVA VETERINARY…..

Referensi : Nostalgia "Drh"

[+/-] Selengkapnya...